MENILIK KEELOKAN BUDAYA SERTA KEINDAHAN PANTAI PARANGTRITIS
Sambil melepas pemandangan penglihatan mata penulis di sekitar daerah pesisir Pantai Parangtritis dalam menikmati atmosfer gelombang kuat pantai selatan, merupakan bukti logis bahwa palung laut selatan Jawa yang menghadap Samudra Indonesia memang terasa ganas.
Teringat sebuah cerita legenda masyarakat Yogyakrta tentang cerita eksotis mistis penunggu pantai Selatan Nyai Rara Kidul, yang memiliki berbagai sebutan nama dari beberapa sumber
- Ricklefs (1974) menyebutnya dengan nama seperti Retna Dewi, Prabu Rara Rat Jawi, Sang Retna, Prabu Kenya, Sang Dewi, Sang Retna Tanah Jawi, Sang Prabu Dewi, dan Prabu Rara Surya Dewati.
- Van Hien (1912) menyebutnya Rara Wudu, dan
- Dra. Kalsum (dalam sebuah surat bertanggal 5 Juni 1990) dari sebuah cerita pengamalan perjalanan Anasthasia R.Y.Sadrach memberi nama Nyi Gelereng Putih.
Dimana seorang pangeran Kerajaan Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang pertapa yang memerintahkan dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Karena sang pertapa adalah sorang wanita muda yang cantik, Joko Suruh pun jatuh cinta kepadanya.Namun, sang pertapa wanita itu ternyata adalah bibi dari Joko suruh, bernama Ratna Suwida, dan dia pun menolak cinta Joko Suruh yang merupakan keponakannya sendiri.
Ketika muda, Ratna Suwida mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit. Di pergi menuju pantai Selatan Jawa dan menjadi penguasa spiritual di sana. Dia berkata kepada pengeran, jika keturunan pangeran menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di dekat Merapi, maka dia akan menikahi seluruh penguasa yang terletak di dekat Gunung Merapi, dia akan menikahi seluruh penguasa secara bergantian.
Penembahan senopati merupakan generasi kedua pendiri Kerajaan Mataram kedua, yang mengasingkan diri ke Pantai Selatan untuk mengumpulkan seluruh energi dalam upaya mepersiapkan kampanye militer melawan kerajaan utara. Meditasinya menarik perhatian Kanjeng Ratu Kidul yang berjanji akan membantunya.
Dalam kisahnya cerita legenda masyarakatnnya Penembahan Senopati mempelajari rahasia perang dan pemerintahan, intrik-intri cinta istana bawah airnya, hingga akhirnya muncul dari Laut Parangkusumo, kini yang disebut Yogyakarta Selatan.Sejak saat itu, Ratu Kidul diyakini berhubungan ert dengan keturunan Senopati yang berkuasa dan sesajian selalu dipersembahkan untuknya di Pantai Parang Kusumo serta Parangtritis setiap tahun melalui perwakilan istana Solo dan Yogyakarta.
Seperti inilah kisah cerita legenda masyarakat Pantai Parangtritsi Yogyakarta mengenai Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan. Versi pertama diambil dari buku cerita Rakyat Yogyakarta dan versi kedua terdapat dalam Babad Tanah Jawi.
Tentunya hal ini membuat diri kita sebagian ada yang mempercayai dan juga ada yang tidak tentang kebenaran cerita dari Kanjeng Ratu Roro Kidul. Cerita ini sampai saat ini masih menjadi sebuah polemik ditengah-tengah masyarakat modern seperti sekarang ini. Terlepas cerita ini semua dari polemik atau tidak, ada fenomena yang nyata ditengah-tengah masyarakat Yogyakarta, bahwa cerita legenda mitos Ratu Roro Kidul memang memiliki relevansi dengan eksistensi Keraton Yogyakarta.
Masyarakat modern dewasa ini memiliki sikap dan tindakan yang sebagian besar dijiwai oleh kerasionalan dan tehnologi modern, tidak ada satu pun yang tidak di kaji dengan analisis, perencanaan, pengawasan dan tehnologi. Memang sulit untuk menyakini akan adanya kekuatan mitos itu sendiri. Namun, hubungan antara Keraton dengan Kanjeng Ratu Roro Kidul secara fakta tercantum dalam Babad Tanah Jawi.
Dalam kepercayaan dan keyakinan masyarakat Yogyakarta, pada saat mengunjungi Pantai Parangtritis Yogyakarta, sebaiknya kita dapat menghindari warna-warna pakaian yang konon menjadi suatu pentangan untuk dipergunakan di area Pantai Parangtritis. (Cerita ini penulis ketahui semenjak penulis masih usia sekolah dasar).
Mengingat pandangan dunia modern sekarang ini muncul dengan rasa rasional serta berdasarkan prosedur ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan, maka ada bainya penulis berpendapat agar kita semua untuk tidak terburu-buru mendakwahkan tentang "mitos" itu suatu yang tidak masuk akal dan harus dijauhkan.
Secara rasional, mungkin kita menolak kebenaran mitos, karena kita selalu menghubungkan efek dari mitos itu sendri hanya sebuah kebetulan belaka. Namun, bila hal ini menjadi suatu kebetulan mengapa harus terjadi berulang-ulang yang kejadiannya sama persis ?
Diakui atau tidak, mitos secara langsung mendasari berbagai tindakan prilaku dan cara berpikir kita yang sering kita tidak sadari. Hal ini disebabkan kita lupa, bahwa sesuatu hal yang terjadi secara kebetulan merupakan suatu ketetapan hukum Tuhan yang diperlakukan Nya dalam kehidupan ini.
Dengan demikian, cerita legenda masyarakat tentang Kanjeng Roro Kidul di daerah Pantai Parangtritis Yogyakarta ini pun tidak bisa dikatakan tidak masuk akal. Karena Tuhan sudah memberitahukan kepada kita semua melalui kitab suci Nya. Dan semua cerita ini hanya dapat diterima atau tidak hanya dengan sebuah logika keimanan bukan dengan logika manusia saja tanpa diimbangi dengan logika keimanan.
Mitos merupakan suatu kepercayaa. Dan kepercayaan seperti itu tidaklah memaksa. Namun, mitos cerita tentang legenda masyarkat seperti ini jauh berbeda dengan cerita agama yang memiliki landasan dasar yang kuat. Saran penulis agar kita tidak perlu meyakini mitos, karena sebuah mitos akan mendekatkan diri kita pada perbuatan syirik (menduakan Tuhan). Ada baiknya bila kita hanya sekedar cukup percaya dan menghormati tanpa harus meyakini. Agar kita tidak terjerat dalam permainan mitos itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar