Keraton Yogyakarta
Kraton
Ngayogyakarta yang sering disebut sebagai Kasultanan Ngayogyakarta
berdiri pada tahun 1755. Bangunan Kraton ini dipagari beteng yang
luas jaraknya sekitar 5 Km. Pada empat titik pojok bangunan beteng
ada bangunan kecil dan disebut sebagai pojok beteng. Pintu masuk
ke beteng Kraton melalui apa yang disebut sebagai plengkung. Di
dalam bangunan beteng selain ada bangunan Kraton, tempat tinggal
Raja, disekitarnya ada sejumlah kampung sebagai tempat bermukim
penduduk, yang pada jaman dulu merupakan abdi dalem Kraton, namun
pada perkembangan berikutnya, hingga sekarang, orang yang tinggal
di dalam beteng Kraton tidak harus sebagai abdi dalem, tetapi bisa
orang dari etnis lain, suku batak misalnya, yang bertempat tinggal
di sana lantaran telah membeli tanah berikut bangunan rumah dari
pemilik sebelumnya, atau, bisa juga kost atau kontrak di wilayah
kecamatan Kraton di lingkungan, dalam istilah lokalnya, "njeron
beteng" (dalam beteng). Jadi, pemukim yang tinggal di "njeron beteng"
Kraton tidak selalu berkaitan dengan Kraton. Bisa sama sekali terpisah
dan tak ada ikatan apapun, kecuali hanya bertempat tinggal karena
telah membeli tanah berikut bangunan yang ada di "njeron beteng".
Nama-nama
kampung di dalam "njeron beteng" mempunyai sejarahnya sendiri dan
masing-masing berbeda. Ada baiknya kalau anda menikmati.
Silahkan,
klik yang anda pilih dalam peta yang tersedia.
Tim
:
Sartono K, Agus P. Herjaka, Didit PD.
PRAJURIT
KRATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT
Prajurit
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dibentuk pada masa pemerintahan
Hamengkubuwono I sekitar abad 17. Tepatnya pada tahun 1755
Masehi. Prajurit yang terdiri atas pasukan-pasukan infanteri
dan kavaleri tersebut sudah mempergunakan senjata-senjata
api yang berupa bedil dan meriam. Selama kurang lebih setengah
abad pasukan Ngayogyakarta terkenal cukup kuat, ini terbukti
ketika Hamengkubuwono II mengadakan perlawanan bersenjata
menghadapi serbuan dari pasukan Inggris dibawah pimpinan Jenderal
Gillespie pada bulan Juni 1812. Di dalam Babad menceritakan
bahwa perlawanan dari pihak Hamengkubuwono II hebat sekali.
Namun semenjak masa Pemerintahan Hamengkubuwono III kompeni
Inggris membubarkan angkatan perang Kasultanan Yogykarta.
Dalam perjanjian 2 Oktober 1813 yang ditandatangani oleh Sultan
Hamengkubuwono III dan Raffles, dituliskan bahwa Kesultanan
Yogyakarta tidak dibenarkan memiliki angkatan bersenjata yang
kuat. Dibawah pengawasan Pemerintahan Kompeni Inggris, keraton
hanya boleh memiliki kesatuan-kesatuan bersenjata yang lemah
dengan pembatasan jumlah personil. Sehingga tidak memungkinkan
lagi untuk melakukan gerakan militer. Maka sejak itu fungsi
kesatuan-kesatuan bersenjata sebatas sebagai pengawal sultan
dan penjaga keraton.
Ketika
Pemerintahan Kolonial Belanda kembali berkuasa pasukan-pasukan
bersenjata yang sudah lemah tersebut makin dikurangi sehingga
tidak mempunyai arti secara militer. Menurut catatan yang
ada, semasa pemerintahan Hamengkubuwono VII sampai dengan
masa pemerintahan Hamengkubuwono VIII yaitu antara tahun 1877
sampai dengan 1939 ada 13 kesatuan prajurit kraton yang meliputi:
Kesatuan Sumoatmojo, Ketanggung, Patangpuluh, Wirobrojo, Jogokaryo,
Nyutro, Dhaeng, Jager, Prawirotomo, Mantrijero, Langenastro,
Surokarso dan Bugis.
Penutup:
Sekarang Prajurit Kraton.
Pada
tahun 1942 semua kesatuan bersenjata keraton Yogyakarta dibubarkan
oleh pemerintahan Jepang. Tetapi mulai tahun 1970 kegiatan
para prajurit keraton dihidupkan kembali. Dari ke tiga belas
prajurit yang pernah ada baru sepuluh kesatuan atau bergada
yang direkonstruksi dengan beberapa perubahan, baik dari pakaiannya,
senjatanya maupun jumlah personil. (lihat foto-foto yang ditampilkan).
Kesepuluh kesatuan prajurit tersebut yaitu: Prajurit Wirobrojo,
Prajurit Dhaeng, Prajurit Patangpuluh, Prajurit Jogokaryo,
Prajurit Mantrijero, Prajurit Prawirotomo, Prajurit Ketanggung,
Prajurit Nyutro, Prajurit Surokarso dan Prajurit Bugis. Dewasa
ini, kesepuluh kesatuan prajurit tersebut masih dapat dilihat
oleh masyarakat umum paling tidak se tahun tiga kali, yaitu
pada upacara Garebeg Mulud, Garebeg Besar dan Garebeg Syawal,
di alun-alun utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat..
Taman Sari terletak tidak jauh dari kraton yang dulu digunakan sebagai tempat keluarga kerajaan bersantai dan mandi disana.
0 komentar:
Posting Komentar